Padangsidimpuan, SS
Terdakwa Wakil Walikota Padangsidimpuan DR (HC) Ali Umar Tanjung menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara kasus dugaan pembuatan dan penggunaan ijazah diduga palsu, pada sidang pertama Kamis (26/4) lalu, tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana, sebelumnya salah penerapan hukumnya, telah kadaluarsa dan kurang cermat dalam penguraiannya
serta tidak jelas dan tidak lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa alias kabur. Hal itu disampaikan terdakwa melalui kuasa hukumnya
Erpi J Samudra Dalimunthe SH, pada sidang kedua pembacaan nota keberatan (eksepsi) terdakwa terhadap surat dakwaan JPU Marwan Ginting, SH yang digelar di
PN Padangsidimpuan, Kamis (3/5).
Sidang kedua yang dipimpin majelis hakim, ketua PN Padangsidimpuan, Bachtiar Sitompul SH dengan anggota Siti Hajar Siregar SH dan Mario Parakas SH yang dihadiri JPU, Marwan Ginting SH, terdakwa sendiri yang mengenakan kemeja orange dan kuasa hukum terdakwa, Erpi J Samudra Dalimunthe SH disaksikan puluhan warga. Erpi menguraikan, JPU salah menerapkan hukum dalam dakwaan pertama dan kedua ke terdakwa yang melanggar pasal 266 ayat 1 dan 2 junto pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP yang ancaman maksimal 6 tahun dan 7 tahun dalam proses penyelidikan, penuntutan dan persidangan telah ada perubahan UU yakni lahirnya UU nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pemakaian ipal (vide pasal 69 ayat 1 dan 2) maka sangat jelas berdasarkan pasal 1 ayat 2 KUHP harus menerapkan UU 20 tahun 2003 dengan alasan telah ada perubahan per UU sesudah perbuatan itu dilakukan dan juga terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan atau ringan artinya hukuman yang lebih menguntungkan atau meringankan terdakwa yakni pasal 69 ayat 1 dan 2, UU
nomor 20 tahun 2003 dengan ancaman hukuman 5 tahun dibandingkan dengan pasal 263 ayat 1 dan 2 dan pasal 266 ayat 1 dan 2 "Dengan demikian Surat dakwaan JPU telah salah menerapkan hukum dimana pasal 263 ayat 1 dan 2 dan pasal 266 ayat 1 dan 2 harus dikesampingkan berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 69 ayat 1 dan 2", ujar Erpi.
Dijelaskan Erpi, bahwa sesuai dengan KUHP pada buku kesatu tentang aturan umum memuat hal-hal yang menjadi acuan dan rujukan dalam melaksanakan hukum positif sehingga tidak terjadi salah akan penerapan dan pelaksanaan hukum, khususnya menenai BAB VIII tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan
pidana, dan begitu juga dalam aturan KUHAP, sebagai wadah beracara di pengadilan, menyatakan suatu surat dakwaan harus menyebut dengan terang saat atau waktu dan tempat tindak pidanan dilakukan. Dalam KUHP ditentukan apabila seseorang melakukan tindak pidana belum atau tidak tertangkap dan setelah 18 tahun, orang tersebut baru dapat ditangkap sehingga jarak tempuh delictie (waktu suatu tindak pidana) dengan ditangkapnya orang menyebabkan orang tidak dapat dituntut dimuka pengadilan yang jelasnya dalam pasal 78 ayat 1, ke 1,2,3 dan 4 yang menyatakan kewenangan menuntut pidana hapus karena kadalursa, terang Erpi.
Dilihat dari uraian dakwaan JPU, kuasa hukum menyebutkan, perbuatan terdakwa dilakukan sekitar tahun 1983 dengan menemui seorang guru Muhammadiyah diPadangsiodimpuan bernama Amri Siregar, kemudian Amri memberikan blanko ijazah lokal SMA 9 Muhammadiyah Aek Kanopan KUaluh Hulu, Labuhan Batu, dan ijazah itu
telah digunakan tahun 1983 untuk syarat mengikuti pelatihan instruktur Pemuda Muhammadiyah.Maka tenggat waktu membuat ijazah setingkat SMA dan menggunakannya tahun 1983 tenggat waktunya sampai sekarang sudah 24 tahun dan berdasarkan pasal 78 ayat 1 dan 3 tenggat waktu kadaluarsa mengenai kejahatan yang diancam tiga tahun lebih sesudah 12 tahun, untuk itu kewenangan JPU menuntut pidana terdakwa telah kadaluarsa dan harus dinyatakan batal demi hukum.
"Menyatakan demi hukum bahwa surat dakwaan JPU salah penerapan hukum berdasarkan pasal 1 ayat 2 KUHP, menyatakan demi hukum bahwa kewenangan menuntut dalam surat dakwan telah kadaluarsa berdasarkan pasal 78 ayat 1 ke 3 KUHP, dan menyatakan batal demi hukum bahwa dakwaan JPU tidak memenuhi dasar hukum
sebagaimana dimaksud pada pasal 143 ayat (2) sub a dan b KUHAP, dan karena itu dinyatakan berdasarkan pasal 143 ayat 3 KUHAP karus dinyatakan batal demi hukum"
sebut Erpi dan sidang dilanjutkan Kamis (10/5) depan untuk mendengar replik dari JPU.(Yusuf).