PELAYANAN terhadap masyarakat di RSU Pirngadi Medan mungkin saja bisa terganggu. Kondisi ini terpicu, belum cairnya uang makan seluruh pegawai di RS tersebut.
Sumber Suara Sumut di RSU Pirngadi menyebutkan, mereka belum menerima uang makan selama lima bulan, terhitung sejak bulan Maret hingga Juli. Akibatnya, guna mengganjal “sejengkal” perut setiap harinya, mereka terpaksa hutang sana sini.
“Untuk biaya makan setiap harinya, terkadang saya terpaksa harus menyisihkan honor bulanan meski terkadang berhutang sana sini”,ujar salah seorang paramedis di rumah sakit tersebut, kemarin.
Sumber lainnya di RSU Pirngadi mengaku, mereka mendapat anggaran jatah uang makan Rp 6.000 per hari, yang dibayarkan secara bulanan. Sedangkan jumlah pegawai yang berhak mendapat jatah uang makan sebanyak 1.900 orang.
“Jika dihitung secara kasar, uang makan yang belum kami terima sekira Rp 1,5 miliar, terhitung sejak bulan Maret hingga Juli”,ujarnya.
Berkaitan dengan keluhan para pegawai tersebut, Humas RSU Pirngadi Medan, Drg. Susyanto saat dikonfirmasi membenarkan, ihawal belum terbayarnya uang makan para pegawai.
Susyanto mengakui, hal ini terjadi karena kondisi keuangan manajemen Badan Pelayanan (BP) RSU Pirngadi. Bakan Susyanto menyatakan, ‘seret’nya keuangan BPRSU Pirngadi, akibat tunggakan dana Askeskin, yang juga belum dibayar PT Askes.
“Hingga saat ini, pemerintah melalui PT Askes belum membayar tunggakannya sebesar Rp 17 miliar”,jelas Susyanto seraya mengatakan, uang makan pegawai yang baru dibayar baruuntuk bulan Januari dan Februari saja.
Ketika ditanya solusi apa yang telah dilakukan BPRSU Pirngadi, Susyanto mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan kepada Pemko Medan maupun Departemen Kesehatan untuk dapat membantu mencairkan tunggakan Askeskin sebesar Rp 17 miliar tersebut.
“Untuk sementara ini, hanya dengan jalan itu saja lah, agar uang makan pegawai bisa terbayar. Solusi lainnya masih kita fikirkan. Intinya, BPRSU berusaha agar uang makan para pegawai bias terbayar. Kita juga maklum koq dengan kondisi pegawai”,ujarnya.
“Rancak di Labuah”
Meskipun keprihatinan terpancar di raut para pegawai, namun tidak sedikit juga pegawai yang memandang persoalan itu dengan sinis.
Pandangan sinis itu, karena di balik belum terpenuhinya hak para pegawai, tetapi BPRSU Pirngadi terus saja membangun fasilitas, dengan dana yang mencapai miliaran rupiah.
“Itu namanya ‘rancak di labuah’, cantik terlihat di luar, tapi buruk di dalam”,ujar salah seorang pegawai yang mengaku suku Minang tersebut. Pegawai lain yang mendengar penuturan ‘Urang Awak’ ini hanya tersenyum geli.(*)