Rantauprapat,SS
Komunitas penarik RBT (Ojek, red), terancam eksistensinya. Hal itu, seiring mencuatnya rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di Juni 2008 mendatang. Akibatnya, disinyalir bakal banyak pengojek yang tidak dapat lagi menjalankan aktivitasnya.
Misalnya, saat sekarang pra kenaikan BBM, selain kian sulitnya BBM jenis Premium ditemui, akibatnya seringnya pasokan datang ke SPBU, juga memantik tingginya nilai jual di tingkat pedagang eceran.
Dilaporkan, untuk tingkat pengecer di pedesaan seperti di beberapa tempat di kecamatan NA IX-X, Premium hingga menembus level Rp6000-Rp8000 perliter. Itupun, jika material Premium tersedia.Parahnya, dengan tingginya nilai jual bahan bakar untuk kenderaan itu, tidak dapat dibarengi dengan kenaikan ongkos penyediaan jasa angkutan para pengojek.
Selain kian tingginya jumlah persaingan sesama pengojek, juga komunitas ini mengalami dilema. Sebab, para penupang bakal memilih meninggalkan penyedia jasa ojek, manakala ongkos yang dibebankan semakin tinggi.
"Sudahlah Premium sulit ditemui. Penumpang juga marah-marah jika ongkos dinaikkan. Jadi, kami serba salah," ujar S Lubis, salahseorang pengojek di sana kepada SS, kemarin.
Sebab, dengan nilai ongkos yang selama ini dibebankan kepada calon penumpang dengan jarak tempuh 5 kilometer mencapai Rp20 ribu, belakangan waktu jarak sedemikian bakal tidak dapat lagi dinaikkan.
"Mustahillah kita naikkan lagi. Sementara, BBM yang habis dipergunakan relatif banyak. Terlebih lagi, belum tentu satu harian mendapatkan penumpang," paparnya.
Maka tak heran, belakangan waktu makin banyak jumlah pengojek yang milih meninggalkan profesi sebagai pengojek dan beralih sebagai pemanen buah sawit milik perkebunan lainnya.
Fenomena Kondisi masa transisi kenaikan BBM itu juga diduga berpotensi bakal memicu kian tingginya tingkat angka kemiskinan yang pada gilirannya juga memantik meningkatnya angka kriminalitas.
"Kita sangat khawatirkan hal itu," papar Zulkifli salahseorang pemerhati masyarakat di Rantauprapat ketika dihubungi SS secara terpisah, kemarin.
Bagaimana tidak, tambahnya, dengan tingginya harga jual BBM, berdampak pada makin melambungnya harga jual berbagai keperluan lainnya sehari-hari. Alhasil, ujarnya, menyebabkan lemahnya perekonomian warga."Jika banyak masyarakat yang kelaparan, juga akan mengakibatkan banyaknya orang yang 'gelap mata'," paparnya.
Selanjutnya, akan memancing terjadinya kejahatan-kejahatan. Sebab, ulasnya, orang yang sedang lapar secara psikologis lebih mudah terpancing untuk berbuat anarkis dan tidak lagi berpikir secara rasional.
Belum lagi untuk wilayah-wilayah yang jauh dari akses transportasi, khususnya untuk daerah-daerah terpencil dan terisolasi di tengah-tengah perkebunan, berpotensi pada maraknya aksi kejahatan pencurian asset perkebuan di sana.
"Kita khawatir, angka kejahatan 'Ninja sawit' akan makin tinggi di sekitar wilayah perkebunan," tandasnya. (Jansen)